BAB
I
Pendahuluan
A.Latar
Belakang
Dewasa ini perdagangan Internasional berkembang
sangat pesat seiring dengan kemajuan zaman serta perkembangan teknologi,
khususnya dalam bidang sarana transportasi dan informasi sehingga
kontrak-kontrak dagang internasional yang ada menjadi semakin rumit, terutama
dengan adanya hambatan-hambatan dalam penyaluran produk dari produsen ke
konsumen, hambatan yang paling besar dalam penyaluran produk ini adalah
mengenai masalah wilayah antara produsen dan konsumen yang terlalu jauh.
Misalnya Negara Indonesia mengimpor mobil dari Negara Amerika, jarak antara
kedua Negara tersebut sangat jauh yang jaraknya dapat mencapai beribu-ribu mil
sehingga menimbulkan masalah dalam penyampaiannya ke konsumen, yang menyebabkan
waktu yang lama untuk dapat disalurkan. Untuk mengatasi hambatan tersebut maka
diperkukanlah jasa dari perusahaan atau suatu badan hukum yang bergerak dalam
bidang perdagangan yang mengimpor produknya ke dalam negeri. Dalam bahasa
sehari-hari sering disebut dengan agen.
Untuk mempelajari tentang agen tersebut sebelumnya
kita harus mengetahu mengenai keagenan. Keagenan adalah hubungan antara pemegang saham
(shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.Manajemen merupakan
pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang
saham.Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggung jawabkan
semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Sehingga dibutuhkan sumber daya
manusia dengan kualitas yang baik untuk menjalankan kegiatan perdagangan
Internasional tersebut, maka untuk itu dibutuhkan pengetahuan yang memadai
mengenai keagenan Internasional tersebut. Dalam kesempatan diskusi kali ini
kelompok akan memaparkan mengenai Keagenan Internasional.
B.Permasalahan
Didalam perkembangan hukum
perjanjian di Indonesia, ada sejumlah masalah yang perlu di perhatikan supaya
terdapat perlindungan hukum terhadap konsumen, dan kepastian hukum didalam
masyarakat. Permasalahan ini, antara lain :
a. Apakah definisi mengenai keagenan
dan dasar hukum yang mengatur masalah keagenan di Indonesia dan di
Internasional terkait Kontrak Dagang Internasional?
b. Bagaimana prosedur mengenai
pendaftaran dan pelaksanaan keagenan dalam menyampaikan produk ke tangan
konsumen?
c. Bagaimana bentuk kontrak dagang
internasional terkait dengan keagenan?
BAB
II
Pembahasan
A.Pengertian
1.Pengertian
Keagenan
Agen merupakan orang yang menjembatani antara prinsipal dengan konsumen serta memperkenalkan
produk namun tidak punya alas hak atau title terhadap produk. Fungsi agen
adalah untuk mendorong konsumen membeli produk dan perannya diukur oleh
prestasinya dalam bentuk komisi. (Materi Kuliah Hukum Dagang Internasional KD 3
Slide 58)
Agen atau
agent (dalam bahasa Inggris) adalah perusahaan nasional yang menjalankan
keagenan, sedangkan keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang merk
(principal) dan suatu perusahaan dalam penunjukan untuk melakukan
perakitan/pembuatan/manufaktur serta penjualan/distribusi barang modal atau
produk industri tertentu. Jasa keagenan adalah usaha jasa perantara untuk
melakukan suatu transaksi bisnis tertentu yang menghubungkan produsen di satu
pihak dan konsumen di lain pihak.
Sedangkan menurut Henry R. Cheeseman (1998 : 505) :
Agent is the party who agrees to act in behalf of another. Principal is the
party who employs another person to act on his or her behalf. Agency is the
principal – agent relationship ; the fiduciary relationship “which results from
the manifestation of consent by one person to another that the other shall act
in his behalf and subject to his control, and consent by the other so to act.”
Transaksi keagenan diatur oleh suatu
kontrak yang dibuat di antara pihak prinsipal dengan agen, yang disebut dengan
kontrak keagenan (Agency Agreement). Pada prinsipnya kontrak keagenan ini
berisikan hal-hal sebagai berikut :
·
Nama dan alamat lengkap pihak-pihak yg membuat perjanjian
·
Maksud dan tujuan
perjanjian
·
Status keagenan
atau kedistributoran
·
Jenis barang
dan/atau jasa yg diperjanjikan
·
Wilayah pemasaran
·
Hak dan kewajiban
para pihak
·
Kewenangan
·
Jangka waktu
perjanjian
·
Cara-cara
pengakhiran perjanjian
·
Cara-cara
penyelesaian perjanjian
·
Hukum yg
dipergunakan
·
Tenggang waktu
penyelesasaian.
Sebuah perjanjian keagenan adalah
kontrak yang sah menciptakan hubungan fidusia dimana pihak pertama setuju bahwa
tindakan pihak kedua mengikat perjanjian utama untuk kemudian dibuat oleh pihak
kedua seolah-olah pihak pertama telah dirinya secara pribadi membuat perjanjian
nanti.Kekuatan agen untuk mengikat pihak pertama biasanya hukum disebut sebagai
otoritas. Badan dibuat melalui kesepakatan mungkin merupakan bentuk otoritas
tersirat, seperti ketika seseorang memberikan kartu kredit mereka ke kerabat
dekat, pemegang kartu mungkin diperlukan untuk membayar pembelian yang
dilakukan oleh relatif dengan kartu kredit mereka.
Perjanjian keagenan dan perjanjian
distributor merupakan perjanjian tidak bernama yang tidak terdapat dalam
BW.Dasar hukum perjanjian-perjanjian ini berdasarkan kebebasan berkontrak,
yakni pada pasal 1338 Ayat (1) BW. Sepanjan memenuhi pasal 1320 BW mengenai
syarat sahnya kontrak , maka perjanjian ini berlaku dan memiliki nilai hukum.
Perjanjian tidak bernama diatur dalam pasal 1319 BW
yang menyatakan bahwa, “Semua
perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal
dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum.”
Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan tidak
hanya didukung prinsip kebebasan berkontrak saja, tapi juga Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen dan Distributor Barang
dan/atau Jasa (Permendag 11/2006).
2.
Hubungan Hukum Keagenan
Hubungan hukum antara agen dengan principal
merupakan hubungan yang dibangun melalui mekanisme layanan lepas jual disini
hal milik atas produk yang dijual oleh agen tidak lagi berada pada principal
melainkan sudah berpindah kepada agen, karena pada prinsipnya agen telah
membeli produk dari principal.
3.
Status Hukum Keagenan
a) Hukum
keagenan hanya diatur oleh keputusan menteri saja, hal ini menyebabakan
lemahnya status dan hubungan hukum yang terjadi pada bisnis keagenan bahkan
banyak terjadi praktik – praktik penyimpangan.
b) Kontrak harus ditandatangani secara
langsung antara principal dan agen.
c) Kontrak
antara principal dan agen wajib didaftarkan ke Departemen Perindustrian dan
Perdagangan, kalau tidak berarti batal demi hukum.
d) Persyaratan
untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran menurut Instruksi Direktorat Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri No. 01 Tahun 1985
•
Surat permohonan dari
perusahaan yang berbentuk badan hukum ;
•
Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) ;
•
Akta Pendirian
Perusahaan dan Perubahannya ;
•
Tanda Daftar Perusahaan
yang masih berlaku ;
•
Fotokopi surat
penunjukan (letter of appoinment) atau kontrak (agreement) yang telah
dilegalisasi oleh notaris dan perwakilan RI di luar negeri di negara domisili
principal (dokumen asi diminta diperlihatkan) ;
•
Surat perjanjian atau
penunjukan dari produsen kepada supplier, apabila penunjukan dilakukan oleh
supplier, dan harus dilampirkan pula surat persetujuan dari produsen barang
sehubungan dengan penunjukan tersebut ;
•
Leaflet, brosur,
katalog asli dari produk atau jasa yang hendak diageni ; dan
•
Surat pernyataan dari
principal dan agen yang ditunjuk yang menyatakan bahwa barang atau jasa
tersebut belum ada perusahaan lain yang ditunjuk sebagai agen atau distributor.
4.
Problematika Kontrak Keagenan
a) Hukum
keagenan di Indonesia memberi kebebasan antara principal dan agen untuk
menjalin hubungan hukum melalui penunjukan (sepihak dari principal) atau
perjanjian (tunduk kepada ketentuan mengenai perikatan dari hukum perdata),
tentu keduanya memiliki implikasi hukum yang berbeda.
b) Dilihat
dari wajib daftar perusahaannya, maka hubungan hukum keagenan, apakah
“perjanjian” ataukah “pendaftaran” sebagai penentu legalitas hubungan keagenan?
Kalau begitu pendaftaran merupakan norma hkum yang bersifat imperatif, yang tak
bisa dikesampingkan oleh para pelaku bisnis keagenan, sementara apabila
hubungan penentu hubungan keagenan perjanjian, maka pendaftaran hanya merupakan
complementary (pelengkap) yang dapat dikesampingkan
c) Berbagai
persyaratan yang diminta sehubungan permohonan pendaftaran tersebut, tidak
hanya sekadar “tanda” menyangkut status dan kedudukan keagenan, melainkan lebih
menyerupai “izin”;
d) Dengan
Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 428/M/SK/12/1987 tentang Agen Tunggal
Pemegang Merk, bila dicermati, untuk beberapa hal menimbulkan kontradiksi
bahkan mengesankan terjadinya campur tangan pemerintah terhadap suatu transaksi
perdata;
e) Mengenai
hak prioritas untuk kepemilikan saham dari principal untuk mendirikan
perusahaan manufaktur dari barang yang diagenkan tersebut, bagaimana seandainya
track record dan kinerja yang buruk dari agen tersebut buruk? Rasanya mustahil
principal menggandengnya.
5.
Sengketa – sengketa Keagenan
a) Perselisihan
biasanya disebabkan terutama menyangkut tata cara pengakhiran (siapakah yang
dimaksud dengan “pihak” versi principal, pihak adalah agen saja, sementara
versi agen, pihak adalah baik principal maupun agen.
b) Standar atau ukuran untuk menilai
kegiatan yang tidak memuaskan dari pihak agen.
c) Penunjukan agen lain sebelum ada
penyelesaian tuntas.
d) Lemahnya system pengawasan terhadap
pelaksanaan kontrak keagenan.
e) Masih
ada anggapan bahwa agen hanyalah sebatas working relationship, bukan sebagai
partnership dari principal yang kemudian berujung pada habis manis sepah
dibuang, setelah melakukan berbagai upaya untuk membangun channel of
distribution, promosi, pemasaran, dan lain – lainnya.
Biasanya, sengketa keagenan dimulai dari tindakan
principal yang secara sepihak memutuskan hubungan keagenan, melihat hal
demikian, seharusnya untuk menyelesaikan kasus secara tuntas menjadi tanggung
jawab pihak principal sekaligus untuk membayar ganti rugi kepada pihak agen.
6.
Perbedaan Pokok Agen dengan Distributor
Nathan Weinstock (1987), seperti dikutip Levi Lana
(dalam Jurnal Hukum Bisnis, 2001 : 67), membedakan secara tegas antara agen dan
distributor :
a) Distibutor
membeli dan menjual barang untuk diri sendiri dan atas tanggung jawab sendiri
termasuk memikul semua risiko, sedangkan agen melakukan tindakan hukum atas
perintah dan tanggung jawab principal dan risiko dipikul oleh principal.
b) Distributor
mendapat keuntungan atas margin harga beli dengan harga jual, sementara agen
mendapat komisi.
c) Distributor
bertanggung jawab sendiri atas semua biaya yang dikeluarkan, sedangkan agen
meminta pembayaran kembali atas biaya yang dikeluarkannya.
d) Sistem
manajemen dan akuntansi dari distributor bersifat otonom, sedangkan keagenan
berhak menagih secara langsung kepada nasabah.
Teori-Teory Dalam Keagenan
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori
keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai
prinsipal dan manajemen sebagai agen.Manajemen merupakan pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham.Karena mereka
dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya
kepada pemegang saham.
Jensen dan
Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a
contract under which one or more person (the principals) engage another person
(the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating
some decision making authority to the agent”.
Hubungan
keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal
serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi
prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk
memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara
yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Masalah
keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham
perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005).Dengan proporsi
kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung
bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan.
Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan
Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang
dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil
bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin manajer
akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan shareholders karena adanya
perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka.
Menurut
teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan
saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi
agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan
diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang
diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk
menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal
perusahaan.
Dalam
suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah
satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash
flow).Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada
kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan
kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi
yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih
investasi dengan risiko yang lebih rendah.
Menurut
Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi
konflik kepentingan, yaitu :
a. meningkatkan kepemilikan saham oleh
manajemen (insider ownership),
b. meningkatkan rasio dividen terhadap
laba bersih (earning after tax),
c. meningkatkan sumber pendanaan
melalui utang,
d. kepemilikan saham oleh institusi
(institutional holdings).
Sedangkan
dalam penelitian Masdupi (2005) dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan
dalam mengurangi masalah keagenan. Pertama, dengan meningkatkan insider
ownership.Perusahaan meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk
mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai
dengan keinginan pemegang saham.Dengan meningkatkan persentase kepemilikan,
manajer menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan
kemakmuran pemegang saham.
Kedua,
dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan
hutang.Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham
sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas.Akan tetapi, perusahaan memiliki
kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara
periodik. Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan
konflik keagenan antara shareholders dengan debtholders sehingga memunculkan biaya
keagenan hutang.
Ketiga,
institutional investor sebagai monitoring agent. Moh’d et al, (1998) menyatakan
bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu
institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi biaya keagenan
ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber
kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan
manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang
relevan dalam perusahaan.
B.Dasar hukum
Perjanjian keagenan merupakan perjanjian tidak
bernama yang tidak terdapat dalam BW.Dasar hukum perjanjian-perjanjian ini
berdasarkan kebebasan berkontrak, yakni pada pasal 1338 Ayat (1) BW. Sepanjan
memenuhi pasal 1320 BW mengenai syarat sahnya kontrak , maka perjanjian ini
berlaku dan memiliki nilai hukum.
Perjanjian tidak bernama diatur dalam pasal 1319 BW
yang menyatakan bahwa, “Semua
perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal
dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum.”
Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan tidak
hanya didukung prinsip kebebasan berkontrak saja, tapi juga Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen dan Distributor Barang
dan/atau Jasa (Permendag 11/2006).
Dasar Hukum Keagenan di
Indonesia
·
Surat Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor
1955/Budn-3/Vi/1996 Tahun 1996
Legalisasi Surat Penunjukan/Perjanjian Keagenan/Kedistributoran
Legalisasi Surat Penunjukan/Perjanjian Keagenan/Kedistributoran
·
Instruksi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor
01/Dagri/Ins/Ii/96 Tahun 1996
Pendaftaran Agen/Distributor Barang Dan Jasa Produksi Dari Dalam Dan Luar Negeri
Pendaftaran Agen/Distributor Barang Dan Jasa Produksi Dari Dalam Dan Luar Negeri
·
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 116/M/Sk/6/1993 Tahun 1993
Perubahan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 428/M/Sk/12/1987 Tentang Penyederhanaan Ketentuan-Ketentuan Pengakuan Dan Pengurangan Pengakuan Keagenan Tunggal
Perubahan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 428/M/Sk/12/1987 Tentang Penyederhanaan Ketentuan-Ketentuan Pengakuan Dan Pengurangan Pengakuan Keagenan Tunggal
·
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 428/M/Sk/12/1987 Tahun 1987
Penyederhanaan Ketentuan-Ketentuan Pengakuan Dan Pengurangan Pengakuan Keagenan Tunggal Kendaraan Bermotor Dan Alat-Alat Besar Serta Keagenan Tunggal Alat-Alat Elektronika Dan Alat-Alat Listrik Untuk Rumah Tangga
Penyederhanaan Ketentuan-Ketentuan Pengakuan Dan Pengurangan Pengakuan Keagenan Tunggal Kendaraan Bermotor Dan Alat-Alat Besar Serta Keagenan Tunggal Alat-Alat Elektronika Dan Alat-Alat Listrik Untuk Rumah Tangga
·
Kawat Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor
08/Dagri/Kwt/Iii/87
Pembinaan Keagenan Dan Kepastian Usaha
Pembinaan Keagenan Dan Kepastian Usaha
·
Keputusan Menteri Perhubungan No. Km 85/Al 003/Phb-85 Tahun 1985
Keagenan Umum Perusahaan Pelayaran Niaga Asing
Keagenan Umum Perusahaan Pelayaran Niaga Asing
·
Instruksi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor
01/Dagri/Ins/Ii/85 Tahun 1985
Pendaftaran Agen/Distributor Barang-Barang Dan Jasa Dari Dalam Dan Luar Negeri
Pendaftaran Agen/Distributor Barang-Barang Dan Jasa Dari Dalam Dan Luar Negeri
·
Surat Edaran Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pajak No. Se-01/Pj.3/1985
Penyaluran Utama Dan Agen Utama
Penyaluran Utama Dan Agen Utama
·
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor Skep/02/I/85 Tahun
1985
Syarat-Syarat Dan Ketentuan Pengusahaan General Sales Agent (Gsa)
Syarat-Syarat Dan Ketentuan Pengusahaan General Sales Agent (Gsa)
·
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 92/M/Sk/3/1983 Tahun 1983
Daftar Alat-Alat Elektronik, Alat-Alat Listrik Untuk Rumah Tangga, Kendaraan Bermotor Dan Alat-Alat Besar Serta Prosedur Permohonan Dan Pengakuan Keagenan Tunggal
Daftar Alat-Alat Elektronik, Alat-Alat Listrik Untuk Rumah Tangga, Kendaraan Bermotor Dan Alat-Alat Besar Serta Prosedur Permohonan Dan Pengakuan Keagenan Tunggal
·
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 346/M/Sk/7/1982 Tahun 1982
Ketentuan-Ketentuan Keagenan Tunggal Alat-Alat Elektronik Dan Alat-Alat Listrik Untuk Rumah Tangga
Ketentuan-Ketentuan Keagenan Tunggal Alat-Alat Elektronik Dan Alat-Alat Listrik Untuk Rumah Tangga
·
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 347/M/Sk/7/1982 Tahun 1982
Ketentuan-Ketentuan Keagenan Tunggal Kendaraan Bermotor Dan Alat-Alat Besar
Ketentuan-Ketentuan Keagenan Tunggal Kendaraan Bermotor Dan Alat-Alat Besar
·
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 295/M/Sk/7/1982 Tahun 1982
Ketentuan-Ketentuan Tentang Keagenan Tunggal
Ketentuan-Ketentuan Tentang Keagenan Tunggal
·
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor Dal. 12/13/7/75 Tahun
1975
Keagenan Kapal-Kapal Asing Penumpang/Pariwisata
Keagenan Kapal-Kapal Asing Penumpang/Pariwisata
·
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 66/Kp/Iii/73 Tahun 1973
Keagenan Tunggal Pupuk Produksi Luar Negeri
Keagenan Tunggal Pupuk Produksi Luar Negeri
·
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 10a/Kp/I/1971 Tahun 1971
Kalkulasi Harga Gula Pasir Af Handling Agent/Importir
Kalkulasi Harga Gula Pasir Af Handling Agent/Importir
·
Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor Drp.8/12/2 Tahun 1969
Keagenan Umum Bagi Kapal-Kapal Berbendera Asing Dan Her-Registrasi Semua Owner's Representative
Keagenan Umum Bagi Kapal-Kapal Berbendera Asing Dan Her-Registrasi Semua Owner's Representative
·
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1961 TENTANG BARANG MENJADI UNDANG-UNDANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1961 TENTANG BARANG MENJADI UNDANG-UNDANG
Dasar Hukum Kontrak
Keagenan Internasional
INTERNASIONAL: HARD LAWS
a.
UN Convention on International
Sales of Goods 1980 (CISG) adalah Konvensi PBB tentang Penjualan Barang
Internasional 1980
b.
Convention on The Law
Applicable to Contracts of International Sales of Goods 1986 adalah Konvensi
tentang Hukum Berlaku untuk Kontrak Penjualan Barang Internasional 1986
c.
Convention on the Law
Applicable to Agency 1978 adalah Konvensi Hukum yang Berlaku untuk Badan 1978
d.
Convention Relating to a
Uniform Law on The International Sales of Goods 1964 adalah Konvensi Berkaitan
dengan penyeragaman aturan pada
Penjualan Barang Internasional 1964
e.
Convention relating to a
Uniform Law on the International Sales of Goods (ULIS); Konvensi yang berkaitan
dengan Penyeragaman aturan pada
Penjualan Barang Internasional (ULIS); Dan
f.
Convention relating to a
Uniform Law on the Formation of Contracts for International Sales of Goods
(ULF) adalah Konvensi yang berkaitan dengan
penyeragaman pengaturan tentang Pembentukan Kontrak untuk Penjualan Barang
Internasional .
g.
Convention on the Law
Applicable to International Sales of Goods 1955 adalah Konvensi tentang Hukum
yang Berlaku untuk Penjualan Barang Internasional 1955
INTERNATIONAL: SOFT
LAWS
a. UNIDROIT
Principles of International Commercial Contract 2010
International
Institute for the Unification of Private Law/Institut International
Pour L’Unification Du Droit Prive atau dikenal sebagai UNIDROIT
merupakan suatu organisasi antar pemerintah yang bersifat independen yang
berpusat di Roma. Tujuan UNIDROIT adalah untuk mempelajari kebutuhan dan metode
bagi modernisasi, harmonisasi dan koordinasi hukum privat dan terutama hukum
komersial antar negara dan antar kelompok negara serta untuk memformulasikan
instrumen hukum, prinsip-prinsip
serta kaidah-kaidah yang uniform untk mencapai tujuan tersebut.
b.
UCP 600 (Uniform Customs and Practice for Documentary Credit)
UCPDC adalah kependekan dari
“Uniform Customs and Practices for Documentary Credit”.Ia merupakan seperangkat
kebiasaan dan praktik dalam perdagangan internasional yang dijadikan baku oleh
International Chamber of Commerce (ICC). Setelah menjadi produk formal, UCPDC
bahkan menjadi KETENTUAN (RULES) yang mengikat semua pihak yang terlibat dalam L/C,
kecuali jika L/C menyatakan dengan tegas bahwa L/C tidak mengacu kepada UCPDC.
c. ICC Model Contracts and Clauses inisiatif
ICC merupakan lembaga internasional
yang utama di bidang perdagangan yang memiliki cabang hampir di semua
negara.ICC juga sangat aktif dalam mengembangkan aturan-aturan di bidang
perdagangan internasional ICC yang berpendapat bahwa Belum terdapat aturan
internasional untuk mengatur agency/distributorship. Menjelaskan bahwa Kontrak
agency/distributorship itu penting. ICC membuat model kontrak : ICC Model
Commercial Agency Contract
d.
The UNCITRAL Arbitration Rules 1976.
Aturan Arbitrase UNCITRAL
menyediakan seperangkat aturan prosedural di mana pihak dapat menyepakati untuk
pelaksanaan proses arbitrase yang timbul dari hubungan komersial dan secara
luas digunakan dalam arbitrase ad hoc serta arbitrase diberikan . Aturan
mencakup semua aspek dari proses arbitrase , menyediakan klausul arbitrase
Model , menetapkan aturan prosedural mengenai penunjukan arbiter dan
pelaksanaan proses arbitrase , dan membangun aturan dalam kaitannya dengan
bentuk , efek dan interpretasi penghargaan
.
e. The UNCITRAL Conciliation Rules 1980.
UNCITRAL
Conciliation Rules menyediakan seperangkat aturan procedural di mana pihak
dapat menyepakati untuk pelaksanaan proses konsiliasi yang timbul dari hubungan
komersial mereka. Aturan mencakup semua aspek dari proses konsiliasi,
menyediakan model konsiliasi klausa, mendefinisikan
ketika konsiliasi dianggap telah dimulai dan diakhiri dan menangani aspek-aspek
procedural yang berkaitan dengan pengangkatan dan peran konsiliator dan
perilaku umum proses. Aturan juga membahas isu-isu
seperti kerahasiaan, keabsahan bukti dalam proses lain
dan batas-batas hak partai untuk melakukan proses hukum atau arbitrase
sementara konsiliasi sedang berlangsung.
f. The UNCITRAL Model Arbitration Law 1986
Hukum Model ini
dirancang untuk membantu negara-negara dalam mereformasi dan memodernisas
ihukum mereka pada prosedur arbitrase sehingga untuk memperhitungkan fitur dan
kebutuhan arbitrase komersial internasional tertentu.
Ini mencakup semua tahapan proses arbitrase dari perjanjian
arbitrase, komposisi dan yurisdiksi pengadilan arbitrase
dan sejauh mana intervensi pengadilan melalui pengakuandan penegakan putusan
arbitrase. Hal ini mencerminkan consensus di seluruh
dunia pada aspek-aspek kunci dari praktek arbitrase internasional yang telah
diterima oleh Serikat semua wilayah dan system hukum atau ekonomi yang berbeda
dari dunia.
C.Prosedural
1.Pendaftaran
a.
Dokumen Pendaftaran
Permohonan
pendaftaran sebagai agen, agen tunggal, distributor, distributor tunggal barang
dan/atau jasa produksi Luar Negeri disampaikan kepada DIREKTUR BINA USAHA dan PENDAFTARAN
PERUSAHAAN dengan melampirkan dokumen-dokumen, sebagai berikut.
b.Dokumen pendaftaran (1)
·
Perjanjian yg telah
dilegalisir Notary Public dan Surat Keterangan dari Atase Perdagangan RI atau
Pejabat Kantor Perwakilan RI di negara prinsipal, dengan memperlihatkan
aslinya.
·
Apabila perjanjian
dilakukan oleh prinsipal supplier, prinsipal supplier berkewajiban menunjukkan
kewenangan dari prinsipal produsen.
b. Dokumen Pendaftaran (2)
·
Copy SIUP, copy
TDP, copy API-U (Angka Pengenal Impor-Umum) yang masih berlaku khusus untuk distributor atau distributor
tunggal.
·
Copy AKTA PENDIRIAN
PERUSAHAAN dan/atau perubahan yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi berwenang.
·
Copy pengesahan
BADAN HUKUM dari Kementerian Hukum dan HAM RI
·
Pernyataan tidak
melakukan penguasaan dan penyimpanan barang yang diageni (untuk agen atau agen tunggal).
c. Dokumen pendaftaran (3)
·
Asli : leaflet/brosur/katalog dari prinsipal untuk jenis
barang dan/atau jasa yang diageni.
·
Copy surat izin
atau surat pendaftaran lainnya dari instansi teknis yang masih berlaku untuk jenis barang tertentu sesuai dengan
peraturan yang
berlaku.
·
Copy surat izin
usaha tetap/surat persetujuan BKPM apabila perjanjian dilakukan dengan
perusahaan PMA di bidang distributor/ wholesaler.
d. Dokumen pendaftaran
·
Copy surat izin
atau pendaftaran lainnya dari instansi teknis yang masih berlaku untuk jenis barang tertentu sesuai
peraturan yang
berlaku.
·
Copy SURAT IZIN
USAHA PERWAKILAN PERDAGANGAN ASING (SIUP3A), apabila perjanjian dilakukan
dengan Kantor Perwakilan Perdagangan Asing.
e. Kontrak
·
PERIKATAN antara
Prinsipal dengan Agen, Agen Tunggal, Distributor, Distributor Tunggal barang
dan/atau jasa produksi LUAR NEGERI harus berbentuk PERJANJIAN YANG DILEGALISIR
NOTARY PUBLIC dan Surat Keterangan dari Atase Perdagangan RI atau Pejabat
Kantor Perwakilan RI di negara Prinsipal.
2.Tahapan Penyusunan Kontrak
a. Pra kontraktual
Di dalam
tahap ini para pihak sedang saling menjajaki dalam tahapan ini para pihak
sedang saling menjajaki, dalam tahapan ini menjadi negosiasi antara kedua belah
pihak, tawar-menawar, demand dan suply, sampai terjadinya konsensus.
Negosiasi
adalah proses untuk mencapai kesepakatan mengenai satu kerja sama dimana para
pihak saling memberikan konsesi satu sama lain.
·
Negosiasi
·
Memorandum of Understending
·
Studi kelayakan
·
Negosiasi lanjutan
b. Tahap Kontraktual
Tahap
mulai terjadinya perjanjian sampai pelaksanaan perjanjian selesai.Dalam tahap
ini dilaksanakan pemenuhan syarat sahnya kontrak, pelaksanaan prestasi sampai
berakhirnya kontrak.
·
Penulisan Naskah Awal
·
Perbaikan Naskah
·
Penulisan Naskah Akhir
·
Penandatanganan
c. Post Kontraktual
Tahap
setelah perjanjian selesai, yaitu masa pemeliharaan, jaminan cacat tersembunyi,
atau fase garansi. Contoh : dalam perjanjian borongan, pihak pemborong tidak
akan berhenti kewajibannya setelah pembangunan selesai. Pembangunan gedung
bertanggung jawab 5 tahun sejak penyerahan
·
Pelaksanaan
·
Penafsiran
·
Penyelesaiaan Sengketa
·
Negosiasi
Harus menyelenggarakan komunikasi /
mendiskusikan suatu hal untuk mencapai konsensus (kesepakatan) pokok-pokok
perjanjian. Para pihak harus memberikan konsesi-konsesi
·
Cara Penyerahan
·
Cara Pembayaran à cash atau angsuran dan / bunga
Jika terjadi kegagalan dalam kontrak
à Siapa yang menanggung resiko dan kerugian.
·
Wanprestasi
·
Overmacht
Adanya kemungkinan overmacht
subjektif (kesulitan salah satu pihak memenuhi perjanjian) / Keadaan Sulit,
menimbulkan hak renegosiasi terhadap kontrak yang telah ditanda tangani.
D.Contoh draft kontrak perjanjian keagenan internasional
Agency Agreement
1.
|
Parties:
|
This Agency Agreement is made as of
Aug 8, 2000 by and between WorldSpace Corporation, having its office at 2400 N.
Street, NW, Washington D.C. 20037, USA (“WorldSpace”) and China
Telecommunications Broadcast Satellite Corp, having its principal office at No.
42, Xue Yuan Lu, Hai Dian District, Beijing (“ChinaSat”) on appointing ChinaSat
as the agent to lease satellite channels of the northeast beam of AsiaStar
owned by WorldSpace.
2.
|
Definitions
of key phrases:
|
Clients: The multimedia service content
providers who lease AsiaStar Northeast Beam channels.
Users: The end users who own WorldSpace
receivers and accessories and receive WorldSpace data services.
Multimedia Services System: The WorldSpace L-band satellite
multimedia information transmission system.
Services: WorldSpace L-band satellite
multimedia services.
Agent: ChinaSat will be the sole agent to
lease channels of AsiaStar of Northeast beam.
Satellite Channels: The channels of the Northeast beam
of AsiaStar located at E 105°, which are owned by WorldSpace.
3.
|
Conditions
for the agent appointment
|
|
1)
|
Conditions:
|
During the term of this agreement,
ChinaSat shall abide by the following rules:
|
a.
|
Shall
not assign the agent’s responsibilities to a third party except for its
subsidiary;
|
|
b.
|
Pay the
channel leasing revenues to WorldSpace according to the prices agreed by both
parties in a timely fashion;
|
|
c.
|
The
Agency Agreement is valid for five years (from August 8, 2000 to August 7,
2005). It can be renewed through two parties’ agreement 90 days before it
expires.
|
|
d.
|
During
the term of the agreement, ChinaSat can not be the agent for other satellites
using the same frequencies used by WorldSpace Satellites (Specific frequency
bands see Clause 4 of the Agency Agreement).
|
|
2)
|
Termination:
|
The agreement shall be terminated
under one of the following conditions:
|
a.
|
ChinaSat
can not maintain the required frequencies, service permits and related
certificates.
|
|
b.
|
The
agency agreement expires, and no renewal agreement has been reached.
|
|
c.
|
One
party or both parties fail to perform their duties as required in this
agreement.
|
|
d.
|
The
system can not work in the event of force majeure, i.e. satellite damages due
to space electromagnetic radiation or UFO strike, earthquakes, fire, flood,
war, riot, changes of policies or regulations, etc.
|
4.
|
Appointment
|
WorldSpace agrees to appoint
ChinaSat as the sole agent in China to lease Satellite Channels to Chinese or
non-Chinese Clients if the above-mentioned conditions are met and the relevant
frequencies are:
|
1)
|
Uplink
frequencies: (7052.332±2MHz, 7046.131± 1MHz, 7057.075± IMHz)
|
|
2)
|
Downlink
frequencies: (1473.164± 1.3MHz, 1475.464 ± 1.3MHz).
|
5.
|
Respective
responsibilities of both parties:
|
WorldSpace:
|
1)
|
The
Satellite Channels mentioned in this Agency Agreement are owned by
WorldSpace;
|
|
2)
|
WorldSpace
will work together with ChinaSat to prepare a Satellite Channels allocation
plan;
|
|
3)
|
WorldSpace
will work with ChinaSat to set the prices for channel leasing and have the
final say on leasing prices when the two parties have disagreement as long as
the disagreement is not conflict with the laws of China;
|
|
4)
|
WorldSpace
will assist ChinaSat to secure more Clients. WorldSpace is entitled to
arrange Clients to use for free the satellite channels, network system and
uplink station for one month (or a period agreed by both parties) for testing
and promotional purposes;
|
|
5)
|
Both
parties shall work together to decide whether a channel should be leased to
Client, either a domestic or foreign Client. When a dispute arises between
two parties on this issue, WorldSpace has the final say under the condition
that the
|
2
|
lease
falls within the scope permitted by the China government and ChinaSat’s
political and commercial interests are not adversely impacted;
|
|
6)
|
If
WorldSpace invests its Satellite Channel to cooperate with a third party, it
has to acknowledge that ChinaSat has 10% interest of this channel during the
term of this Agency Agreement.
|
|
7)
|
During
the technical trial period (see Annex 2 of Cooperation Agreement,
“Milestone”), WorldSpace will not charge ChinaSat for Satellite Channels used
for not-for-profit and promotional programming, provided that such
arrangement does not exceed end April 2001.
|
ChinaSat:
|
1)
|
Is
appointed by WorldSpace to be its agent to lease Satellite Channels and
develop Satellite Channel leasing business; work with WorldSpace to allocate
Satellite Channels; notify WorldSpace of any leasing arrangement and
inquiries on a timely fashion;
|
|
2)
|
Proceed
with all relevant procedures and obtain required frequencies and service
permits and start commercial trial operations as defined in the schedule in
the Annex 1;
|
|
3)
|
Responsible
for management of uplink frequencies and uplink stations established by
domestic or foreign Clients. Can close the particular uplink station
violating the management requirements when necessary, according to Article 7
of the Memorandum of Understanding.
|
|
4)
|
Lease
Satellite Channels to Clients inside or outside of China and collect channel
lease fees from them in accordance with the prices agreed by both parties.
|
|
5)
|
Be
responsible to notify WorldSpace of any leasing arrangements and make
payments to WorldSpace in accordance with the prices agreed by both parties;
|
|
6)
|
If
WorldSpace invests its Satellite Channel to cooperate with a third party,
ChinaSat is entitled to Charge 10% of standard channel lease fee as its agent
fee for the Satellite Channels used by WorldSpace and the third party’s
cooperative project in such cases, both parties shall specify the “Standard Price”
in advance;
|
|
7)
|
Will not
charge agency fees to WorldSpace, should capacity be used by WorldSpace
not-for-profit programs for promotional purposes.
|
|
8)
|
Can
arrange a particular Client to use the WS system for free for a month ( A
program of a particular Client can enjoy the free service only once).
|
6.
|
Payment
terms of channel lease fees
|
|
1)
|
ChinaSat
will collect channel lease fees from Clients inside and outside of China.
|
3
|
2)
|
ChinaSat
obtains 10% of the lease fees (business tax included) as its agent fee.
|
|
3)
|
ChinaSat
shall transfer the channel lease fees excluding its agent fee to WorldSpace
in US$ (the WorldSpace China’s income tax will be withheld by ChinaSat).
|
|
4)
|
In the
first ten days of a calendar month, ChinaSat shall submit to WorldSpace a
report regarding channel leasing arrangement, quantity of new Clients,
quantity of total Clients and other detailed information for the previous
month. ChinaSat shall transfer the portion of revenues belonging to
WorldSpace to the bank account designated by WorldSpace in 30 days after
ChinaSat signs the contract of payment with its clients.
|
7.
|
Remedies
|
|
1)
|
The
damages caused to Clients and users due to satellite malfunctions shall be
the liabilities of WorldSpace.
|
|
2)
|
The
damages caused to Clients and Users due to uplink station and network system
malfunctions shall be the liabilities of ChinaSat.
|
8.
|
Penalties
|
|
1)
|
If
ChinaSat doesn’t make the required payment to WorldSpace in accordance with the
prices and terms as agreed by both parties, it has to pay WorldSpace
penalties (0.04% of the concerned amount per day) besides making the
outstanding payment to WorldSpace.
|
|
2)
|
If
WorldSpace leases Satellite Channels not conforming to this agreement or
leases channels without getting ChinaSat’s written consent, it has to pay
ChinaSat penalties (0.04% of the total leasing amount per day) besides paying
ChinaSat the agent fees it fails to pay.
|
Each party shall cooperate with
reasonable audits to ensure proper payments are being made.
9.
|
Notes
|
This Agency Agreement has 4 copies,
2 in English and 2 in Chinese, both of which are equally authentic. This
agreement will come into effect together with Cooperation Agreement after being
signed. This agreement will not limited to Multimedia Services and may be
expanded to include other digital services.
4
10.
|
The two
parties can authorize a specific and legitimate subsidiary to perform the
duties specified in this agreement, as long as they continue to remain
obligated hereunder.
|
WorldSpace Corporation
|
|
|
|
China Telecommunications Broadcast
Satellite Corp.
|
||||
By:
|
|
/s/ Noah
Samara
|
|
|
|
By:
|
|
/s/ Signature in Chinese
|
Date:
|
|
Noah
Samara
8 August 2000
|
|
|
|
Date:
|
|
8/8-2000
|
Pihak dalam perjanjian keagenan ini adalah antara :
·
WorldSpace Corporation, berkantor di 2400 N. Street, NW,
Washington DC 20037 , USA ( " WorldSpace " ) dan,
·
China Telekomunikasi Broadcast Satellite Corp , memiliki
kantor utama di Nomor 42, Xue Yuan Lu , Hai Dian District , Beijing ( "
CHINASAT " )
isi perjanjian
·
Perjanjian ini berisi pengangkatan CHINASAT sebagai agen
untuk sewa sinar saluran satelit timur laut dari ASIASTAR milik WorldSpace .
daftar pustaka
http://alfanaikkelas.wordpress.com/2011/01/07/tahapan-penyusunan-kontrak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar