Etika Profesi Polisi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah panjang telah membentuk kepolisian Indonesia yang menjadi polri
pada saat ini. Tanpa mengurangi besarnya keberhasilan yang telah dicapai
polisi, telah terbukti mampu menjadi salah satu pilar penegak keamanan yang
mengantar pembangunan Bangsa dan Negara. Polisi terus berjuang keras, karena
belum mampu menjawab tuntutan pelayanan masyarakat yang meningkat cepat sebagai
hasil pembangunan, sedangkan kemampuan polisi nyaris tidak berkembang, celaan,
cemoohan, tudingan bahwa polisi tidak professional.
Memang Republik Indonesia ini sudah mendesak untuk memiliki polisi yang
professional, efektif, efisien, dan modern. Tetepi kita semua tahu, kendalanya
sangat banyak. Salah satu akar permasalah adalah adanya kecenderungan
melemahnya penghayatan dan pengamalan Etika Kepolisian. Etika sendiri terbentuk
dari endapan sejarah, budaya, kondisi social dan lingkungan dengan segala aspek
dan prospeknya. Internalisasi dan penerapan Etika Kepolisian yang tidak mantap,
merupakan factor penyebab kurang dalamnya pendalaman etika, sehingga polisi
ditingkat pelaksanaan sangat labil, mudah goyah dan terombang-ambing dalam
gelombang dan gegap gempitanya perubahan dalam pembangunan.
B. Tujuan
Tujuannya adalah berusaha meletakkan Etika Kepoloisian secara proposional
dalm kitan dengan masyarakat. Sekaligus juga bagi polisi berusaha memberikan
bekal keyakinan bahwa internalisasi Etika kepolisian yang benar, baik dan
kokoh, akan merupakan sarana untuk :
- Mewujudkan
kepercayaan diri dan kebanggan sebagai seorang polisi, yang kemudian dapat
menjadi kebanggan bagi masyarakat.
- Mencapai
sukses penugasan
- Membina
kebersamaan, kemitraan sebagai dasar membentuk partisipasi masyarakat
- Mewujudkan
polisi yang professional, efektif, efesien dan modern, yang bersih dan
berwibawa, dihargai dan dicintai masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIKA KEPOLISIAN
1. Pengertian
Etika adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia yang terkait dengan
norma dan nilai-nilai atau ukuran baik yang berlaku pada masyarakat. Sedang
pengertian kepolisian pada intinya adalah aparat penegak hukum yang bertanggung
jawab atas ketertiban umum ,keselamatan dan keamanan masyarakat. Jadi Etika
Kepolisian adalah norma tentang perilaku polisi untuk dijadikan pedoman dalam
mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegak hukum, ketertiban umum dan
keamanan masyarakat.
2. Aplikasi
Manfaat etika sebenarnya memperkuat hati nurani yang baik dan benar dari
diri pribadi, sehingga mereka sungguh-sungguh merasakan bahwa hidupnya,
pengabdiannya, pelaksanaan tugasnya dan tingkah lakunya adalah berguna,
bermanfaat bagi masyarakat, dan karenanya dia dihargai, diterima, bahkan
ditempatkan secara terhormat didalam masyarakatnya. Etika kepolisian dapat
mengangkat martabat kepolisian didalam masyarakat jika dilaksanakan dengan
baik.
Etika kepolisian saat ini memang belum mentradisi seperti etika lainnya,
walaupun usianya lebih tua. Hal itu disebabkan karena sejak awal etika
kepolisian itu terus berkembang dan berubah-ubah, sehingga isi dan bentuk
profesi kepolisian itu sendiri belum seragam, antara Negara yang satu dengan
yang lain. Sehingga dalam aplikasi, para pemikir dan pimpinan kepolisian sering
melupakan beberapa ciri atau karakter pelaku polisi atau sering disebut budaya
polisi (Police Cultura) yang dominant pengaruhnya terhadap kegagalan
tindakannya. Kecendrunga itu antara lain :
- Orientasi
tindakan sering mengutamakan pencapaian hasil optimal (efektifitas),
sehingga sering mengabaikan efisiensi.
- Polisi
diajar untuk selalu bersikap curiga, sehingga harus bertanya dengan
detail. Sedangkan sikap curiga ini mengandung makna waspada dengan dasar
pengertian etika.
- Disatu
pihak polisi dinilai tidak adil, tidak jujur, tidak professional, di pihak
lain banyak petunjuk bahwa polisi harus mendukung dan menunjukkan
solidaritas pada lingkungan.
- Pragmatisme
yang banyak mendatangkan keberhasilan, sering membuai polisi dan lalu
melalaikan akar pragmatisme itu sendiri.
3. Penyimpangan
Proses penyimpangan etika di Amerika Serikat, yang pada hakekatnya terjadi
dimana-mana, diawali dengan banyaknya penyimpangan etika kepolisian atau
prilaku polisi yang tidak etis, berupa tindakan-tindakan kekerasan,
penyimpangan berupa tindakan yang menyalahi prosedur, tindakan yang tidak
melahirkan keadilan dan kebenaran dll. Hal itu mengakibatkan masyarakat sering
memberi simpati pada orang-orang yang menjadi korban tindakan polisi itu,
walaupun mereka berbuat jahat.
Sikap antipati terhadap polisi itu meluas pada orang-orang yang diindikasi
membantu polisi untuk mencelakakan sesama warga. Disana dikenal istilah fink (tukang lapor), stool pigeon yang kalau
di Indonesia diistilahkan informan, orang yang
diumpankan untuk menangkap penjahat, yang terburuk adalah chiken (pengecut), julukan ini diberikan kepada orang-orang yang
menunjukkan penjahat bahkan kadang orang-orang yang tidak bersalah dilaporkan
sebagai penjahat. Seballiknya, orang yang diaggap pahlawan kalau dia diam,
tidak melapor, membiarkan kejahatan terjadi atau tidak memberikan kesaksian,
walaupun dirinya bahkan nyawanya jadi taruhan. Kenyatan-kenyataan itulah yang
membuat renggang polisi dengan masyarakat.
4. Pengembangan Etika Kepolisian
Pengembangan Etika Kepolisian dapat dilakukan, ditumbuhkan, dibangun dan
dipupuk agar dapat subur dan berkembang dengan baik adalah dengan cara-cara
sebagai berikut:
a. Membangun masyarakat
Mewujudkan masyarakat yang mampu berbuat etis tidaklah mudah, karena harus
memperhitungkan segenap unsur pendukung eksistensinya yang berdimensi sangat
luas. Dengan mengasumsikan bahwa terdapat banyak dimensi prilaku masyarakat
yang baik dan mendukung etika kepolisian dengan baik, maka dari banyak dimensi
itu yang paling signifikan bagi pelaksanaan tugas polisi adalah berupa dimensi
hokum, kepatuhan mereka kepada hokum dan sikap menolak gangguan keamanan atau
pelanggaran hukum.
Dari hukum yang baik itulah, etika atau prilaku masyarakat yang terpuji
dapat terbentuk, yang pada gilirannya akan mengembangkan aplikasi etika
kepolisian.
b. Membentuk polisi yang baik
Bibit-bibit atau calon polisi yang baik adalah dididik, dilatih,
diperlengkapi dengan baik dan kesejahteraan yang memadai. Calon yang baik hanya
dapat diperoleh dari masyarakat yang terdidik baik, persyaratan masuk
berstandar tinggi, pengujian yang jujur dan fair (penuh keterbukaan), dan bakat
yang memadai berdasarkan psikotes.
c. Membentuk pimpinan polisi yang baik
Pada dasarnya, sama dan serupa dengan proses membentuk individu polisi yang
baik diatas. Namun, untuk pimpinan yang berstatus perwira harus dituntut
standar yang lebih tinggi. Semakin tinggi pangkatnya maka semakin tinggi pula
standar persaratannya, khususnya unsur kepemimpinannya.
5. Kode Etik
Prof.djoko Soetono, SH dalam pidatonya di Ploron
dengan judul “Tri Brata, Mythos,Logos,Etos,Kepolisian Negara RI dan kalau di
sarikan mengandung pokok-pokok pemikiran yang sejalan dengan pokok pikiran Don L.Kooken dalam bukunya “Ethis in PliceService” yang
berpendapat bahwa Etika Kepolisian itu tidak mungkin dirumuskan secara
universal semua dan berlaku sepanjang masa maka, rumusannya akan berbeda satu
dengan yang lain. Namun suatu Kode Etik kepolisian yang baik adalah rumusan
yang mengadung pokok pikiran sebagai berikut :
- Mengangkat
kedudukan profesi kepolisian dalam pandangan masyarakat dan untuk
memperkuat kepercayaan masyarakat kepada kepolisian.
- Mendorong
semangat polisi agar lebih bertanggung jawab.
- Mengembangkan
dan memelihara dukungan dan kerjasama dari masyarakat pada tugas-tugas
kepolisian.
- Mengalang
suasana kebersamaan internal kepolisian untuk menciptakan pelayanan yang
baik bagi mayarakat.
- Menciptakn
kerjasama dan kordinasi yang harmonis dengan sesama aparat pemerintah agar
mencapai keuntungan bersama(sinegi).
- Menempatkan
pelaksanaan tugas polisi sebagai profesi terhormat dan memandang sebagai
sarana berharga dan terbaik untuk mengabdi pada masyarakat.
Pokok pikiran ini dinilai sebagai cita-cita yang tinggi dan terhormat bagi
kepolisian, dasar da pola piker pemikiran yang diangap bersifat universal.
Sehingga Internasional Association of Chief of Police (IACP) atau
Asosiasi Kepala-Kepala Kepolisian Iternasional yang selalu mengadaknan
pertemuan rutin setiap tahun di Amerika Serikat, menganggap masalah ini penting
untuk dibahas dan disepakati untuk dijadikan pedoman perumusan Kode Etik
Kepolisian, IACP, FBI, dan The Peace Officers Association of The State of
California Inc (Persatuan Petugas Keamanan
California) mensepakati dijadikan pokok-pokok pikir pedoman,
namun namun rumusan akhirnya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan instansi
Etika kepolisian yang benar, baik dan kokoh, akan merupakn sarana untuk :
- Mewujudkan
kepercayaan diri dan kebanggan sebagai seorang polisi, yang kemudian dapat
menjadi kebanggan bagi masyarakat.
- Mencapai
sukses penugasan
- Membina
kebersamaan, kemitraan sebagai dasar membentuk partisipasi masyarakat
- Mewujudkan
polisi yang professional, efektif, efesien dan modern, yang bersih dan
berwibawa, dihargai dan dicintai masyarakat.
B. ANALISA
Etika Kepolisian merupakan suatu norma atau serangkaian aturan yang
ditetapkan untuk membimbing petugas dalam menentukan, apakah tingkah laku
pribadinya benar atau salah.
Dengan memahami pengertian dasar Etika Kepolisian, yang menjadi akar dan
pedoman, yang menopang bentuk perilaku ideal yang kokoh dari polisi dalam
melaksanakan pengabdiannya maka, akan membuat mereka teguh dalam pendiriannya,
sehingga mereka dapat mengambil sikap yang tepat dalam setiap tindakannya.
Dimana sikap itu berpangkal dari integritas yang mendalam dalam sanubari dan
hati nuraninya. Itulah dasar dari moralitas Etika Kepolisian yang bersifat
hakiki.
Tanpa memahami dasar itu seorang polisi akan dapat goyah apabila menghadapi
problema-problema yang dijumpai dalam penugasan. Sikap goyah itu akan mendorong
mereka untuk berperilaku menyimpang dari Etika kepolisian yang seharusnya
mereka tegakkan.
Pemahaman yang setengah-tengah akan membuat mereka patuh hanya kalau ada
pengawasan saja. Hal itu dapat diartikan sebagi sikap yang serba goyah, sikap
yang tidak stabil, sikap yang tidak mantap bahkan pelecehan terhadap Etika
Kepolisian.
Etika Kepolisian yang diaplikasikan dengan baik dan benar akan membantu
polisi dalam pemecahan masalahnya sehari-hari. Polisi secara tepat dapat
menentukan apakah tindakan itu baik atau tidak baik dalam mengemban tugas
mereka. Apakah harus menerima uang imbalan atas hasil karyanya atau harus
menolaknya, secara tegas yang sudah disebut dalam sumpah jabatan. Sikap
professional dan keteladanan akan segera terlihat dan terasa pada saat dia
menentukan tindakannya.
Dengan adanya kode etik, pengembangan akan lebih terarah, akan
terkoordinasi, dan mendatangkan mamfaat serta dukungan yang maksimal dari
masyarakat. Semua kode etik intinya merupakan aturan-aturan dan peraturan yang
diendapkan daricita-cita dan kegiatan untuk mewujudkan cita-cita.
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Etika Kepolisian adalah norma atau sekumpulan peraturan yang ditetapkan
untuk membimbing tugas dan untuk dijadikan pedoman dalam mewujudkan pelaksanaan
tugas yang baik bagi penegak hukum, ketertiban umum dan keamanan masyarakat.
Manfaat etika adalah memperkuat hati nurani yang baik dan benar, sehingga
mereka sungguh-sungguh merasakan bahwa hidupnya, pengabdiannya, pelaksanaan
tugasnya dan tingkah lakunya adalah berguna, bermanfaat bagi masyarakat,
karenanya dia dihargai, diterima, bahkan ditempatkan secara terhormat didalam
masyarakatnya. Sehingga dapat mengangkat martabat kepolisian didalam masyarakat
jika dilaksanakan dengan baik.
Pengembangan Etika Kepolisian dapat dilakukan, ditumbuhkan, dibangun dan
dipupuk agar dapat subur dan berkembang dengan baik adalalh dengan
cara-cara-cara :
- Membangun
masyarakat
- Membentuk
Polisi yang baik
- Membentuk
pimpinan polisi yang baik
Etika kepolisian yang benar, baik dan kokoh, akan merupakn sarana untuk :
- Mewujudkan
kepercayaan diri dan kebanggan sebagai seorang polisi, yang kemudian dapat
menjadi kebanggan bagi masyarakat.
- Mencapai
sukses penugasan
- Membina
kebersamaan, kemitraan sebagai dasar membentuk partisipasi masyarakat
- Mewujudkan polisi yang
professional, efektif, efesien dan modern, yang bersih dan berwibawa,
dihargai dan dicintai masyarakat.
- SARAN-SARAN
Perilaku yang menyimpang yang terjadi pada diri kepolisian harus segera
diselidiki dan ditindak, sehingga akan mengurangi tindakan-tindakan yang tidak
sesuai dengan Etika Kepolisian.
DAFTAR PUSTAKA
KUNARTO,DRS, Etika Kepolisian.1997.PT.Cipta
Manunggal.Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam rangka
pembangunan hukum, upaya pembaharuan hukum dan pemantapan kedudukan serta
peranan badan-badan penegak hukum negara terarah dan terpadu dibutuhkan untuk
dapat mendukung pembangunan nasional serta kesadaran hukum dan dinamika yang
berkembang dalam masyarakat Indonesia.
Sehubungan
dengan itu lembaga-lembaga hukum atau badan-badan penegak hukum seperti
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, lembaga bantuan
hukum dan sebagainya perlu untuk lebih memantapkan kedudukan, fungsi dan
peranannya dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya masing-masing di
dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
Bahwa pembangunan nasional di bidang hukum adalah terbentuk dan berfungsi sistem
hukum nasional yang mantap, bersumber pada pancasila dan UUD 1945 dengan
memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin
kepastian, ketertiban, penegakan dan perlindungan hukum serta untuk memantapkan
penyelenggarakan pembinaan keamanan umum dan ketentraman masyarakat dalam
sistem keamanan dan ketertiban masyarakat swakarsa dengan berintikan Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai alat negara penegak hukum yang profesional,
maka dianggap perlu untuk memberikan landasan hukum yang kukuh dalam tata
susunan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
Topik
pembahasan dalam makalah ini, kami kembangkan berdasarkan Rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa definisi Kepolisian?
2. Apa
fungsi Kepolisian?
3. Bagaimana
Susunan kelembagaan dalam Kepolisian?
4. Apa tugas
pokok dan wewenang Kepolisian?
BAB II
PEMBAHASAN
Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung
jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di
seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Kapolri).
Pada awal mulanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah bagian dari ABRI
(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Namun, sejak dikeluarkannya
Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, status Kepolisian Republik
Indonesia sudah tidak lagi menjadi bagian dari ABRI. Hal ini dikarenakan adanya
perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang menegaskan pemisahan
kelembagaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
B. Fungsi Kepolisian
Kata ‘fungsi’ berasal dari bahasa
inggris “function”. Menurut kamus WEBSTER, “function” berarti performance; the
special work done by an structure. Selain itu menurut Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 79 Tahun 1969 (lampiran 3), fungsi adalah sekelompok
pekerjaan kegiatan-kegiatan dan usaha yang satu sama lainnya ada hubungan erat
untuk melaksanakan segi-segi tugas pokok. Dari uraian tersebut di atas jelaslah
bahwa fungsi adalah merupakan segala kegiatan dan usaha yang dilakukan dalam
rangka melaksanakan tugas sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan.
Fungsi kepolisian adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Fungsi kepolisian yang ada di
masyarakat menjadi aman, tentram, tertib, damai dan sejahtera. Fungsi
kepolisian (POLRI) terkait erat dengan Good Governance, yakni sebagai alat
Negara yang menjaga kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang
bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum
yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan hukum, perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyrakat yang diperoleh secara atributif melalui
ketentuan Undang-Undang (pasal 30 UUD 1945 dan pasal 2 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang POLRI) .
C. Susunan Lembaga Kepolisian
C.1 Mabes Polri
C.1.2 Unsur Pimpinan
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Wakil
Kapolri (Wakapolri).
C.1.3 Unsur Pembantu Pimpinan dan
Pelaksana Staf
Unsur-Unsur Pembantu Pimpinan dan
Pelaksana Staf terdiri dari:
Ø Inspektorat Pengawasan
Umum (Itwasum), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan pengawasan dan
pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam lingkungan Polri termasuk
satuan-satuan organsiasi non struktural yang berada di bawah pengendalian
Kapolri
Ø
Deputi Kapolri Bidang Operasi (Deops), bertugas membantu Kapolri dalam
penyelenggaraan fungsi manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri
termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal serta pemberdayaan masyarakat dan
unsur-unsur pembantu Polri lainnya
Ø
Deputi Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (De SDM), bertugas membantu Kapolri
dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang sumber daya manusia termasuk
upaya perawatan dan peningkatan kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri
Ø
Deputi Kapolri Bidang Logistik (Delog), bertugas membantu Kapolri dalam
penyelenggaraan fungsi manajemen bidang logistik dalam lingkungan Polri
Ø
Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu
sesuai bidang keahliannya
C.1.4 Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf Khusus
Unsur Pelaksana Pendidikan dan
Pelaksana Staf Khusus terdiri dari:
Ø
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), adalah unsur pelaksana pendidikan dan
staf khusus yang berkenaan dengan pendidikan tinggi dan pengembangan ilmu dan
teknologi kepolisian
Ø Sekolah Staf dan Pimpinan
Kepolisian (Sespimpol), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang
berkenaan dengan pengembangan manajemen Polri
Ø
Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan
Perwira Polri
Ø Lembaga Pendidikan dan
Pelatihan (Lemdiklat)
Ø
Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas)
Ø
Divisi Pembinaan Hukum (Div Binkum)
Ø
Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam), adalah
unsur pelaksana staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan
internal
Ø Divisi Telekomunikasi dan
Informatika (Div Telematika), adalah unsur pelaksana staf khusus bidang
Informatika yang meliputi informasi kriminal nasional, informasi manajemen dan
telekomunikasi
C.1.5 Unsur Pelaksana Utama Pusat
Unsur Pelaksana Utama Pusat terdiri dari:
Ø Badan Intelijen Keamanan
(Baintelkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam
bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen
Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka
mewujudkan keamanan dalam negeri
Ø
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas membina dan menyelenggarakan
fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi
dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum. Dipimpin oleh
seorang Komisaris Jenderal (Komjen)
Ø Badan Pembinaan Keamanan
(Babinkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan
yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan
ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri
Ø Korps Brigade Mobil
(Korbrimob), bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan khususnya yang
berkenaan dengan penanganan gangguan keamanan yang berintensitas tinggi, dalam
rangka penegakan keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin oleh seorang Inspektur
Jenderal (Irjen).
C.1.6 Satuan Organisasi Penunjang lainnya
Satuan organisasi penunjang lainnya, terdiri dari:
Ø
Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol
Ø
Pusat Kedokteran Kepolisian dan Kesehatan, termasuk Rumah Sakit Pusat Polri.
Rumah Sakit Pusat Polri dikepalai oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
Ø
Pusat Keuangan.
C.2 Polda
Kepolisian Negara Republik
Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang
berada di bawah Kapolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada
tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda
dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda).
Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Wilayah (Polwil), dan
Polwil membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort (Polres) atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort Kota (Polresta). Baik Polwil maupun
Polres dipimpin oleh seorang Komisaris Besar (Kombes). Lebih lanjut lagi,
Polres membawahi Polsek, sedang Polresta membawahi Polsekta. Baik Polsek maupun
Polsekta dipimpin oleh seorang Komisaris Polisi (Kompol).
D. Tugas dan Wewenang Kepolisian
a). Tugas Kepolisian
Tugas kepolisian dapat dibagi
dalam dua golongan, yaitu tugas represif dan tugas preventif. Tugas represif
ini adalah mirip dengan tugas kekuasaan executive, yaitu menjalankan peraturan
atau perintah dari yang berkuasa apabila telah terjadi peristiwa pelanggaran
hukum. Sedangkan tugas preventif dari kepolisian ialah menjaga dan mengawasi
agar peraturan hukum tidak dilanggar oleh siapapun.
Tugas utama dari kepolisian adalah memelihara keamanan di dalam negeri. Dengan
ini nampak perbedaan dari tugas tentara yang terutama menjaga pertahanan Negara
yang pada hakikatnya menunjuk pada kemungkinan ada serangan dari luar Negeri.
Sementara itu, dalam Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002 pasal 13 dijelaskan bahwasannya tugas pokok kepolisian adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
Selanjutnya pada pasal 14 dijelaskan bahwasannya dalam melaksanakan tugas pokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia
bertugas :
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengenai
ketentuan-ketentuan penyelidikan dan penyidikan ini, lebih jelasnya telah
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang diantaranya
menguraikan pengertian penyidikan, penyelidikan, penyidik dan penyelidik serta
tugas dan wewenangnya.
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan
hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh
instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b). Wewenang Kepolisian
Pasal 15 Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
menyatakan bahwasannya Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum
berwenang:
a) menerima laporan dan/atau pengaduan;
b) membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu
ketertiban umum;
c) mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d) mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa;
e) mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian;
f) melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan;
g) melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h) mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i) mencari keterangan dan barang bukti;
j) menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k) mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
l) memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m) menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan
lainnya berwenang :
a) memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan
masyarakat lainnya;
b) menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c) memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d) menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e) memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan
senjata tajam;
f) memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di
bidang jasa pengamanan;
g) memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan
petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h) melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional;
i) melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada
di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j) mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian
internasional;
k) melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14
dibidang proses pidana, maka kepolisian mempunyai wewenang yang telah diatur
secara rinci pada pasal selanjutnya.
Seorang anggota polisi dituntut untuk menentukan sikap yang tegas dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya. Apabila salah satu tidak tepat dalam
menentukan atau mengambil sikap, maka tidak mustahil aka mendapat cercaan,
hujatan, dan celaan dari masyarakat.
Oleh karena itu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada
etika moral dan hukum, bahkan menjadi komitmen dalam batin dan nurani bagi
setiap insan polisi, sehingga penyelenggaraan fungsi, tugas dan wewenang
kepolisian bisa bersih dan baik. Dengan demikian akan terwujud konsep good
police sebagai prasyarat menuju good-governance.
Hal yang patut disayangkan saat ini ialah banyaknya polisi yang masih belum
bisa menjalankan fungsi dan perannya secara baik dan benar. Polisi yang
seharusnya berfungsi sebagai pihak penegak hukum justeru memanfaatkan
setatusnya tersebut untuk melanggar hukum, membela pihak yang salah asalkan ada
kompensasi dan menelantarkan pihak yang benar yang mestinya mendapatkan
pembelaan.
Sering kali kita mendengar dan menyaksikan kasus-kasus kriminal di mana polisi
seringkali terlibat di dalamnya. Menurut Lembaga Transparency International
Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia adalah lembaga yang paling korup di
Indonesia dengan index 4,2 %. Hal ini terkait dengan tugas polisi yang
bersinggungan langsung dengan masyarakat lapisan bawah, sehingga menimbulkan
celah untuk memanfaatkan hubungan itu untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, ada beberapa kasus penyelewengan yang
terjadi di lingkuangan kepolisian , yaitu:
• Komisaris Jendral Suyitno Landung mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal
Polri pada tahun 2004-2005 divonis satu tahun, enam bulan penjara oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan pada Oktober 2006 karena penyalahgunaan wewenang pada
saat menangani kasus pembobolan Bank BNI dengan tersangka Adrian Waworuntu.
• Kapolres Cirebon AKBP Pudjiono Dulrahman dan Wakapolres Kompol Nurhadi
menggelapkan dua mobil mewah hasil sitaan polres cirebon. Mobil Honda CR-V dan
Nissan X-Trail tersebut tidak diregistrasi ke dalam buku sitaan, Honda CR-V
diganti identitasnya kemudian dijual oleh AKBP Pudjiono Dulrahman kepada
Hengky, sedangkan Nissan X-Trail digunakan oleh Kompol Nurhadi Handayani
sebagai kendaraan pribadi dengan berbekal surat pinjam pakai, surat yang tidak
mungkin dikeluarkan untuk mobil yang tidak pernah dimasukkan dalam registrasi
sitaan.
• Indonesia-Police Watch (IPW) menduga pengadaan kendaraan lapis baja (Armoured
Personnel Carrier/APC) untuk Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri pada 2001
ditengarai penuh rekayasa. Dugaan tersebut dilaporkan IPW pada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta pada 5 November 2007.
Ini adalah suatu realita yang sungguh sangat menyedihkan yang terjadi di
lembaga yang seharusnya menjadi alat penegak hukum. Barangkali realita tersebut
itu adalah bagian kecil dari fakta penyelewengan-penyelewengan polisi yang
berhasil didata, dan masih banyak lagi penyelewengan-penyelewengan atas
wewenang kepolisian yang belum berhasil didata. Berdasarkan fakta-fakta di
atas, tidaklah mengherankan apabila citra kepolisian masih dipandang sebelah
mata oleh sebagian besar masyarakat kita. Untuk mengubah citra buruk tersebut,
maka tentunya dengan menunjukkan kepada masyarakat bahwa polisi telah
menjalankan tugasnya sesuai amanat yang ditetapkan. Ini tentunya membutuhkan
perjuangan yang keras serta ketabahan yang tinggi dalam menghadapi
godaan-godaan yang lalang-melintang di depannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwasannya yang dimaksud
kepolisian adalah suatu badan yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
dan menjadi penyidik kriminal.
Fungsi Kepolisian adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Susunan Kelembagaan Kepolisian terdiri dari: