Jumat, 19 Desember 2014

ANALISIS KASUS KORUPSI PEMBANGUNAN PASAR IKAN DI KOMPLEKS PASAR BAWAH KOTA BUKITTINGGI



KASUS
Kejaksaan negeri kota bukittinggi, sumatra barat, menetapkan dua pejabat setempat sebagai tersangka kasus korupsi, pembangunan pasar ikan di kompleks pasar bawah. Kedua pejabat tersebut yakni asnil syarkawi dan suwitri bravo, kata kepala kejaksaan negeri kota bukittinggi Maskar mengatakan pembangunan pasar ikan di kompleks pasar bawah pada 2009. Asnil syarkawi sebagai pengguna anggaran(PA) dinas pertanian dan peternakan, dan Suwitri bravo sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan(PPTK) dalam proyek itu.
Anggaran pembangunan pasar ikan tersebut bersumber dari dana alokasi khusus(DAK)  bidang pertanian pemkot bukittinggi pada 2009. Pasar ikan bukittingi selesai dibangun 20 desember 2009. DAK yang diterima dinas pertanian tersebut RP 1,89 milyar yang berasal dari kementrian kelautan dan perikanan. Pasar itu memiliki 116 los ikan antara lain 76 unit untuk los ikan laut dan 40 unit untuk los ikan air tawar.
Sebelum kejari setempat menetapkan Asnil Syarkawi yang saat ini menjabat sebagai Asisten III Pemkot Bukittingi dan Suwitri Bravo sebagai tersangka itu, Direktur Wahana Karya Lestari Surya ST terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka, yakni pada september 2011. Penetapan status kedua Pejabat Kota Bukittinggi sebagai tersangka dipembangunan pasar ikan tersebut dilakukan Desember 2012, setelah dikeluarnya data kerugian negara Rp.110 juta dari perhitungan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Prov. Sumbar. Saat ini, kejari masih menunggu keterangan dari tim ahli BPK, sedangkan keterangan menyangkut dugaan korupsi pembangunan pasar ikan dari BPKP telah diberikan. Pihak kejari telah 3x menyurati BPK supaya mengirim tim ahli secepatnya untuk dapat memberikankan keterangan atas kasus dugaan korupsi pembangunan pasar ikan, yaitu surat pada November dan Desembaer 2012, dan terakir pada 21 Januari 2013.
Kepala kejaksaan negeri Bukititinggi menargetkan pada Januari 2013 kasus dugaan korupsi pembangunan pasar ikan itu segera tuntas. Berkenaan dengan kapan kedua pejabat yang telah ditetapkan sebagai tersangka ditahan, kejari belum bisa memberi kepastian karena hingga saat ini sedang melengkapi berkas keduanya. Kejari telah melakukan pemeriksaan sebanyak 2x kepada kedua tersangka itu.
Berdasarkan artikel diatas buatlah analisa terhadap kasus korupsi yang dilakukan oleh kedua pejabat pemda bukittinggi tersebut.

ANALISIS
Secara hukum pengertian "korupsi" adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Masih banyak lagi pengertian-pengertian lain tentang korupsi baik menurut pakar atau lembaga yang kompeten. Untuk pembahasan dalam situs MTI ini, pengertian "korupsi" lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Korupsi secara historis merupakan konsep dan prilaku menyimpang secara hukum, ketika secara sosial polotik telah terjadi pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan publik, namun pada masa kekuasaan dikaitkan dengan hereditas dan pelimpahan wewenang dari yang maha kuasa (kekuatan supranatural) dan atau karena kepahlawanan (knight) yang diikuti dengan perasaan berhak atas keistimewaan (dengan dukungan diam-diam dari rakyat) maka terdapat kecenderungan untuk melihat bahwa pemanfaatan berbagai sumberdaya finansial dan non finasial untuk kepentingan penguasa atau Knight sebagai hal yang wajar meskipun at the expense of the people, karena keluarbiasaan historis dan kekuasaannya yang bukan berasal dari rakyat
BENTUK-BENTUK KORUPSI

1.      Perspektif Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namum saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro : 2004).
Pendapat ini diperkuat oleh Schoorl yang menyatakan bahwa di Indonesia dibagian pertama tahun enampuluhan, situasinya begitu merosot, sehingga untuk golongan terbesar dari pegawai gaji sebulan hanya sekedar cukup untuk makan dua minggu. Dapat dipahami, bahwa dengan situasi demikian para pegawai terpaksa mencari penghasilan tambahan dan bahwa banyak diantara mereka mendapatkannya dengan meminta uang ekstra (Hamzah: 1995).
Hal demikian diungkapkan pula oleh KPK dalam buku Tambahan Penghasilan Bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah (KPK : 2006), bahwa sistem penggajian kepegawaian sangat terkait degan kinerja aparatur pemerintah. Tingkat gaji yang tidak memenuhi standar hidup minimal pegawai merupakan masalah sulit yang harus dituntaskan penyelesaiannya. Aparatur pemerintah yang merasa penghasilan yang diterimanya tidak sesuai dengan kontribusi yang diberkannya dalam menjalankan tugas pokoknya tidak akan dapat secara optimal melaksanakan tugas pokoknya.
Selain rendahnya gaji pegawai, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab terjadinya korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan kroninya. Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak pendapat menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar masalah korupsi.

2.      Perspektif Hukum
Faktor hukum bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil; rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex certa) sehingga multi tafsir; kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi). Sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan yang dilarang sehingga tidak tepat sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat; penggunaan konsep yang berbeda-beda untuk sesuatu yang sama, semua itu memungkinkan suatu peraturan tidak kompatibel dengan realitas yang ada sehingga tidak fungsional atau tidak produktif dan mengalami resistensi.
Politik uang (money politics) merupakan tingkah laku negatif karena uang digunakan untuk membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai supaya memenangkan pemilu si pemberi uang.
Disamping tidak bagusnya produk hukum yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi, praktik penegakan hukum juga masih dililit berbagai permasalahan yang menjauhkan hukum dari tujuannya. Secara kasat mata, publik dapat melihat banyak kasus yang menunjukan adanya diskriminasi dalam proses penegakan hukum termasuk putusan-putusan pengadilan.

3.      Perspektif Budaya
Dalam periode awal pada setiap daerah/bangsa termasuk Indonesia umumnya melalui fase-fase kehidupan sosial (August Comte) dari  mulai fase teologis, metafisik dan positif. Budaya dalam arti nilai yang umum dijalankan dalam fase animisme (teologi, metafisik) guna mengendalikan berbagai kejadian yang merugikan/merusak kehidupan masyarakat, pemberian sesajen menjadi salah satu instrumen penting untuk menenangkan dan memperkuat posisi kehidupan manusia, dengan sesajen diharapkan penguasa supranatural dapat melindungi kehidupan mereka. Nah kalau demikian apakah manusia berprilaku menyogok (bribery) kepada kekuatan adi kuasa?, jawabannya bisa ya dan bisa tidak dari sudut pandang individu itu tergantung niat, namun dari sudut sosial hal itu dimaksudkan sebagai upaya menjaga keseimbangan kehidupan dengan penguasa supranatural yang dipandang besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia.
Dengan demikian prilaku menaklukan atau mengendalikan fihak yang menguasai melalui berbagai upaya pemberian/sesajen telah menjadi bagian dari nilai kehidupan pada masa animismen, dan jika demikian maka bentuk bentuk korupsi yang terjadi dewasa ini bisa saja di rujukan pada budaya tersebut, sehingga masalahnya nampak jadi kompleks dalam konteks perkembangan dunia modern dewaswqa ini.
Namun demikian, hal yang jelas adalah bahwa korupsi yang terjadi dalam level manapun merupakan hal yang dapat menghancurkan nilai-nilai etika serta norma sosial dan nilai agama, sehingga dapat menjadi prilaku yang mengkorupsi budaya, dan ketika secara bertahap atau sekaligus diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang wajar, maka disitu telah terjadi korupsi budaya yang kemudian membentuk budaya korupsi. Dengan demikian jika pun benar ada budaya korupsi, maka itu sebenarnya terjadi karena korupsi budaya akibat makin lemahnya kontrol sosial/pengabaian terhadap upaya mementingkat pribadi diatas kepentingan publik pada saat mereka mempunyai kedudukan/jabatan atas mandat publik baik langsung maupun tak langsung.



Karakter yang melekat pada kasus korupsi yang di lakukan kedua pejabat
·         Penggelapan merupakan bentuk pencurian yang dilakukan oleh pejabat publik terhadap publik, merupakan bentuk penyalahgunaan dana publik. Penggelapan terjadi bila pejabat negara mencuri dari institusi publik yang dipimpinnya. Bagaimanapun, pegawai yang tidak loyal dapat menggelapkan uang dan bentuk-bentuk lainnya dari tempat mereka bekerja.
      Dilihat dari kasus yang dilakukan oleh kedua pejabat tersebut dapat saya katakana bahwa karakter yang melekat adalah penggelapan
·         Gaya hidup yang konsumtif.
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif Apabila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan ituadalah dengan korupsi.
·         Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

Model sanksi administratif atau pembinaan seperti apa yang paling tepat (menurut anda) harus dijatuhkan kepada kedua pejabat tersebut :
Menurut Analisis saya model sanksi yang tepat dari topik permasalahan kasus korupsi tersebut adalah dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp.110 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 2 tahun. Saya rasa hukuman ini sudah dapat memberi efek jera kepada kedua pejabat tersebut, serta dengan denda Rp 110 juta dapat mengembalikan kerugian negara.





SOLUSI UNTUK MENANGANI KASUS KORUPSI :
1.      Pemerintah telah bersikeras menangani kasus korupsi di negara kita ini. Yang salah satunya adalah dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi yang kita kenal KPK. Pada awal pembentukan, KPK ini dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, baru-baru ini KPK membuat sebuah kasus penyuapan terhadap kasus korupsi. Pemerintah pastinya tidak tinggal diam dengan hal ini. Kemudian pemerintah mengusut tuntas tentang kebenaran ini.
Solusi lain dari pemerintah adalah dengan mempercayakan posisi penting dalam pemerintahan kepada orang yang mempunyai kemampuan dan kejujuran dalam memerintah. Pemerintah juga telah memberikan beberapa kenaikan gaji pada pegawai negeri sipil, guna mengurangi hasrat untuk melakukan korupsi. Selain itu, pemerintah dengan serius mengusut kasus korupsi hingga tuntas. Dan adanya hukum tegas bagi para pelaku korupsi atau yang dikenal dengan koruptor.
2.      Penanganan korupsi tidak cukup dilakukan oleh pemerintah atau petinggi negara dan KPK. Namun masyarakat yang baik dengan rasa nasionalisme yang tinggi patut membantu dalam kegiatan pemberantasan korupsi. Telah banyak kegiatan aksi demo kepada pemerintah melaui LSM yang ada. Dan masyarakat juga sering mengingatkan pada pemerintah melalui aksinya dengan menegakkan hukum kepada tindak korupsi. Terutama korupsi yang terjadi di daerah masing-masing dan korupsi di pemerintah pusat. Korupsi tidak hanya terjadi di pemerintah pusat, namun pemerintahan daerah banyak tindakan korupsi. Memang tidak banyak masyarakat yang sadar akan keberadaan korupsi, bahkan dari masyarakat itu sendiri pelaku korupsi yang terjadi. Namun, pengertian dan tingkat pengetahuan terhadap perekonomian harus ditingkatkan di lapisan masyarakat agar masyarakat tidak  ikut serta dalam pelaku korupsi terutama masyarakat kecil. Kebanyakan yang terjadi adalah mereka masyarakat kecil sebagai pelaksana tindakan korupsi yang telah di instruksikan oleh pejabat pemerintah yang hendak melakukan tindakan korupsi.










ANALISIS  KASUS KORUPSI PEMBANGUNAN PASAR IKAN DI KOMPLEKS PASAR BAWAH KOTA BUKITTINGGI, SUMATRA BARAT









DISUSUN OLEH :

Kelas : Kewarganegaraan

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

HASIL ANALISIS KESESUAIAN KUTIPAN DAN DAFTAR PUSTAKA DIDALAM JURNAL



HASIL ANALISIS KESESUAIAN KUTIPAN DAN DAFTAR PUSTAKA DIDALAM JURNAL TINJAUAN HAM TERHADAP PENUNDAAN EKSEKUSI HUKUMAN MATI









DISUSUN OLEH :
Kelas :Bahasa Indonesia

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014



TINJAUAN HAM TERHADAP PENUNDAAN EKSEKUSI
HUKUMAN MATI

Penulisan daftar pustaka:
  1. Nama pengarang atau penulis diurutkan sesuai alfabetis,
  2. Setelah nama penulis atau pengarang diberi tanda titik ,
  3. Judul buku ditulis dengan huruf dicetak miring,
  4. Untk menulis daftar pustaka yang nama pengarangnya lebih dari dua, maka ditulis dkk,
  5. Setelah nama kota terbit diberi tanda titik dua,
  6. Jika menggunakan referensi yang pengarangnya sama tapi judul buku berbeda maka dapat menuliskannya tepat dibawah nama penulis dan diberi garis bawah,
  7. Sebaiknya dipisah antara buku, jurnal dan referensi dari internet,
  8. Untuk referensi dari internet menggunakan garis bawah dan ditandai dengan pengambilan data tersebut.

TATA TULIS PENULISAN HUKUM

A.   Format Pengetikan
1.      Pengetikan
a.       Penulisan Hukum diketik komputer pada kertas HVS (70 gram) berukuran kwarto (A4 = 21,5 cm X 27,9 cm) dengan tinta hitam.
b.      Jarak ketik antar baris : satu setengah spasi.
c.       Penulisan hukum harus diketik dengan menggunakan huruf Time New Roman 12 point.
d.      Seluruh naskah penulisan hukum harus diketik menggunakan karakter huruf yang sama.
2.      Jarak Tepi (Margin)
a.       Pengetikan naskah terletak : 4cm tepi kiri, 4cm tepi atas, 3cm tepi kanan, 3cm tepi bawah.
b.      Naskah diketik rata kiri dan rata kanan.

3.      Nomor Halaman
a.       Pada bagian awal, dimulai dari halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, abstrak, pendahuluan, daftar isi dan seterusnya.
b.      Halaman bagian utama dan akhir mulai Bab 1 sampai dengan daftar diberi nomor urut angka arab.
c.       Nomor urut halaman diletakkan di tepi kanan atas.
d.      Nomor urut halaman pada judul bab terletak di tengah bawah.
Kesalahan pada jurnal ini :
Pada bagian halaman awal tidak terdapat bagian daftar isi.
4.      Teknik Pengutipan
Teknik pengutipan yang digunakan penulis pada jurnal adalah kutipan tidak langsung (parafrase). Cara penulisan kutipan tidak langsung adalah :
a.       Kutipan disatukan dengan kalimat
b.      Diketik satu setengah spasi antara baris satu dan lainnya
c.       Tidak diberi tanda petik dua
d.      Selesai kutipan, dicantumkan nama penulis, tahun terbit, halaman tempat kutipan berada, ditulis di dalam kurung.
























Didalam jurnal ini penulis menggunakan catatan kaki  tetapai juga bisa diganti dengan Kutipan seperti dibawah ini :

Contoh Catatan Kaki dijurnal ini :

Tindak pidana korupsi di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dirumuskan sebagai berikut: “suatu perbuatan secara melawan hukum yang bermaksud
memperkaya diri sendiri atau orang lain secara langsung atau tidak langsung merugikan
keuangan negara dan perekonomian negara, atau patut disangka bahwa perbuatan tersebut
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.3

3 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 17.

Contoh kutipan  :
                       


Tindak pidana korupsi di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dirumuskan sebagai berikut: “suatu perbuatan secara melawan hukum yang bermaksud memperkaya diri sendiri atau orang lain secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, atau patut disangka bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”( Evi Hartanti, 2009: 17).


Tetapi didalam jurnal ini masih terdapat beberapa kesalahan dalam menggunakan catatan kaki seperti tidak dicantumkannya tahun pengarang dan halaman buku seperti :

  1. Ibid, hlm. 2.
  2. 5 Ibid.

5.      Penulisan Daftar Pustaka
1.      Buku


Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Format- format Kuantitatif-kualitatif,
Surabaya: Airlangga University Press, 2001

Djoko Prakoso, Masalah Pidana Mati (Soal Jawab). Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

IAN Mc.Walters, Memerangi Korupsi: Sebuah peta Jalan Untuk Indonesia, JP Book, 2006.

Imam Suprayogo &Tobroni MS, Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2003.

Johny Ibrahim, Teori&Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media, 2011.

K. Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, dan Masalahnya,
Bandung: Alumni, 2007.

Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005.

R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta:
Sinar Grafika, 2008.

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004.






Penulisan daftar pustaka diatas masih salah karena jika dalam  satu kalimat ada2 baris yang baris kedua harus menjorok satu paragraf dan diakir kalimat harus diberi tanda titik
,contoh yang benar :


Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Format- format Kuantitatif-kualitatif,
Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Djoko Prakoso, Masalah Pidana Mati (Soal Jawab). Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

IAN Mc.Walters, Memerangi Korupsi: Sebuah peta Jalan Untuk Indonesia, JP Book, 2006.

Imam Suprayogo &Tobroni MS, Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2003.

Johny Ibrahim, Teori&Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media, 2011.

K. Wantjik Saleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis, dan Masalahnya,
Bandung: Alumni, 2007.

Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005.

R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta:
Sinar Grafika, 2008.

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004.